Pages

Kamis, 26 Agustus 2010

Arjuna

Arti nama

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berarti "bersinar terang", "putih" , "bersih". Dilihat dari maknanya, kata Arjuna bisa berarti "jujur di dalam wajah dan pikiran".

Arjuna mendapat julukan "Kuruśreṣṭha" yang berarti "keturunan dinasti Kuru yang terbaik". Ia merupakan manusia pilihan yang mendapat kesempatan untuk mendapat wejangan suci yang sangat mulia dari Kresna, yang terkenal sebagai Bhagawadgita (nyanyian Tuhan).

Ia memiliki sepuluh nama: Arjuna, Phālguna, Jishnu, Kirti, Shwetawāhana, Wibhatsu, Wijaya, Pārtha, Sawyashachi (juga disamakan dengan Sabyasachi), dan Dhananjaya. Ketika ia ditanya tentang sepuluh namanya sebagai bukti identitas, maka ia menjawab:
“ Sepuluh namaku adalah: Arjuna, Phālguna, Jishnu, Kirti, Shwetawāhana, Wibhatsu, Wijaya, Pārtha, Sawyashachi dan Dhananjaya. Aku dipanggil Dhananjaya ketika aku menaklukkan seluruh raja pada saat Yadnya Rajasuya dan mengumpulkan harta mereka. Aku selalu bertarung sampai akhir dan aku selalu menang, itulah sebabnya aku dipanggil Wijaya. Kuda yang diberikan Dewa Agni kepadaku berwarna putih, itulah sebabnya aku dipanggil Shwetawāhana. Ayahku Indra memberiku mahkota indah ketika aku bersamanya, itulah sebabnya aku dipanggil Kriti. Aku tidak pernah bertarung dengan curang dalam pertempuran, itulah sebabnya aku dipanggil Wibhatsu. Aku tidak pernah menakuti musuhku dengan keji, aku bisa menggunakan kedua tanganku ketika menembakkan anah panah, itulah sebabnya aku disebut Sawyashachī. Raut wajahku unik bagaikan pohon Arjun, dan namaku adalah "yang tak pernah lapuk", itulah sebabnya aku dipanggil Arjuna. Aku lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang disebut Satsringa pada hari ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di atas, itulah sebabnya aku disebut Phālguna. Aku disebut Jishnu karena aku menjadi hebat ketika marah. Ibuku bernama Prithā, sehingga aku disebut juga Pārtha. Aku bersumpah bahwa aku akan menghancurkan setiap orang yang melukai kakakku Yudistira dan menaburkan darahnya di bumi. Aku tak bisa ditaklukkan oleh siapa pun. ”

Kelahiran

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Raja Hastinapura yang bernama Pandu tidak bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti (istri pertamanya) menerima anugerah dari Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewa sesuai dengan keinginannya, dan juga dapat memperoleh anak dari Dewa tersebut. Pandu dan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut kemudian memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Dewa Bayu (Marut), dan Dewa Indra (Sakra) yang kemudian memberi mereka tiga putra. Arjuna merupakan putra ketiga, lahir dari Indra, pemimpin para Dewa.

Sifat dan kepribadian

Arjuna memiliki karakter yang mulia, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap godaan duniawi, gagah berani, dan selalu berhasil merebut kejayaan sehingga diberi julukan "Dananjaya". Musuh seperti apapun pasti akan ditaklukkannya, sehingga ia juga diberi julukan "Parantapa", yang berarti penakluk musuh. Di antara semua keturunan Kuru di dalam silsilah Dinasti Kuru, ia dijuluki "Kurunandana", yang artinya putra kesayangan Kuru. Ia juga memiliki nama lain "Kuruprāwira", yang berarti "kesatria Dinasti Kuru yang terbaik", sedangkan arti harfiahnya adalah "Perwira Kuru".

Di antara para Pandawa, Arjuna merupakan kesatria pertapa yang paling teguh. Pertapaannya sangat khusyuk. Ketika ia mengheningkan cipta, menyatukan dan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, segala gangguan dan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati dan pikirannya. Maka dari itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena ia merupakan kawan yang sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan yang sangat tulus. Sri Kresna pernah berkata padanya, "Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, dan serahkanlah dirimu pada-Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata demikian, karena kaulah kawan-Ku yang sangat Kucintai".[1]

Masa muda dan pendidikan

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya yang lain (para Pandawa dan Korawa) oleh Bagawan Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak semenjak kecil. Pada usia muda ia sudah mendapat gelar "Maharathi" atau "kesatria terkemuka". Ketika Guru Drona meletakkan burung kayu pada pohon, ia menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian ia menanyakan kepada muridnya apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak muridnya yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Guru Drona menanyakan apa yang ia lihat. Arjuna menjawab bahwa ia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda yang lainnya. Hal itu membuat Guru Drona kagum bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena ia ingin menguji keberanian murid-muridnya, maka ia berteriak meminta tolong. Di antara murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi pertolongan. Dengan panahnya, ia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra yang bernama "Brahmasirsa". Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang cara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.

Pusaka

Arjuna memiliki senjata sakti yang merupakan anugerah para dewata, hasil pertapaannya. Ia memiliki panah Pasupati yang digunakannya untuk mengalahkan Karna dalam Bharatayuddha. Busurnya bernama Gandiwa, pemberian Dewa Baruna ketika ia hendak membakar hutan Kandawa. Ia juga memiliki sebuah terompet kerang (sangkala) bernama Dewadatta, yang berarti "anugerah Dewa".

Arjuna mendapatkan Dropadi
Arjuna dan Subadra.
Lukisan India karya Raja Ravi Varma.
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dropadi

Pada suatu ketika, Raja Drupada dari Kerajaan Panchala mengadakan sayembara untuk mendapatkan Dropadi, puterinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan yang berada di atas. Kesatria yang berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak mendapatkan Dropadi.

Berbagai kesatria mencoba melakukannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir pada saat itu ikut mencoba, ia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun ia ditolak oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya yang lain menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan bayangannya di kolam, dan ia berhak mendapatkan Dropadi.

Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti tidak akan percaya dengan apa yang kami bawa!". Kunti (Ibu para Pandawa) yang sedang sibuk, menjawab "Bagi dengan rata apa yang sudah kalian peroleh". Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama 1 tahun.

Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna yang merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tidak mempedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama 1 tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna bertemu dengan Ulupi, puteri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, ia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci yang ada di sana, ia berbelok ke selatan. Ia sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Ia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada puteri tersebut dan hendak menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila puterinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak puterinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka ia meninggalkan Citrānggadā setelah beberapa bulan tinggal di Manipura. Ia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.
Ilustrasi mengenai Kerajaan Dwaraka, kediaman Kresna di daerah Gujarat, dimana Arjuna bertemu dengan Subadra. Lukisan dari kitab Hariwangsa, dibuat sekitar abad ke-16.

Setelah meninggalkan Manipura, ia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu ia berbelok ke utara. Ia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana ia menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna yang bernama Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika saat yang tepat tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu ia menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, ia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan yang mewah bagi Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Ia juga mengajak kaum Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak turut serta.

Terbakarnya hutan Kandawa

Pada suatu ketika, Arjuna dan Kresna berkemah di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka bertemu dengan Agni, Dewa Api. Agni berkata bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Dewa Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi temannya yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna dan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka meminta Agni agar menyediakan senjata kuat bagi mereka berdua untuk menghalau gangguan yang akan muncul. Kemudian Agni memanggil Baruna, Dewa Lautan. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa serta tabung berisi anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna. Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.

Arjuna dalam masa pencapaian sorga
Relief Arjuna dan Siwa pada candi Surawana (Surowono), Jawa Timur. Di sini tampak Arjuna dan Siwa yang menyamar sebagai pemburu, sedang bertengkar mengenai siapa yang telah memanah babi hutan.

Setelah Yudistira kalah bermain dadu, para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan. Kesempatan tersebut dimanfa'atkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya yang jahat. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, ia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan yang diberikan oleh para bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan kegagalan mereka kepada Dewa Indra. Setelah mendengarkan laporan para bidadari, Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia bertanya kepada Arjuna, mengenai tujuannya melakukan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa ia bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra menampakkan wujudnya yang sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah dari Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi hutan berukuran besar. Ia menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena ia melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka ia segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di saat yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian Sang Dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu.
Lukisan dari Himachal Pradesh yang dibuat sekitar abad ke-19, menggambarkan adegan saat Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan.

Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna dan Siwa yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Maka dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang dan berubah menjadi Siwa. Arjuna meminta ma'af kepada Sang Dewa karena ia telah berani melakukan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya ia merasa kagum. Atas keberaniannya, Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama "Pasupati".

Setelah menerima anugerah tersebut, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar menjadi banci. Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada saat para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Pandawa beserta Dropadi menuju ke kerajaan Wirata. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari yang banci, dengan nama samaran Brihanala. Meskipun demikian, Arjuna telah berhasil membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh yang hendak menyerbu kerajaan Wirata.

Meletusnya perang

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun para Pandawa ingin memperoleh kembali kerajaannya. Namun ketika sampai di sana, hak mereka ditolak dengan tegas oleh Duryodana, bahkan ia menantang untuk berperang. Demi kerajaannya, para Pandawa menyetujui untuk melakukan perang.

Arjuna menerima Bhagawadgita
Arjuna memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar akhir abad ke-18.

Kresna, adik Baladewa, tidak ingin terlibat langsung dalam peperangan antara Pandawa dan Korawa. Ia ingin salah satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak yang lain memilihnya sebagai penasihat. Akhirnya, Duryodana memilih tentaranya, sedangkan Arjuna memilih Kresna sebagai kusir keretanya selama delapan belas hari pertarungan di Medan Kuru atau Kurukshetra. Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna "pemandu" atau "penunjuk jalan", yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna disebut Bhagawadgita.

Hal itu bermula beberapa saat sebelum perang di Kurukshetra. Arjuna melakukan inspeksi terhadap pasukannya, agar ia bisa mengetahui siapa yang harus ia bunuh dalam pertempuran nanti. Tiba-tiba Arjuna dilanda pergolakan batin ketika ia melihat kakeknya, guru besarnya, saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, dan kerabatnya yang lain berkumpul di Kurukshetra untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran. Arjuna berkata:
“ Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.....Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?[2][3] ”

Melihat hal itu, Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sepantasnya dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita, yang berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita yang sebenarnya merupakan suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena dianggap merupakan intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Arjuna dalam Bharatayuddha
Abimanyu dan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria hebat dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panahnya yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.
Babruwahana bertarung dengan pasukan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, ia bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, ia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan suci dan kematian

Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.

Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Arjuna di Nusantara
Arjuna versi wayang Bali.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Jawa dan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna dalam dunia pewayangan Jawa

Arjuna juga merupakan seorang tokoh ternama dalam dunia pewayangan dalam budaya Jawa Baru. Di bawah ini disajikan beberapa ciri khas yang mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sansekerta.

Sifat dan kepribadian

Arjuna seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).

Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya yang lain di gunung Himalaya.

Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.

Pusaka
Arjuna versi wayang Jawa.
Wayang kulit Arjuna yang diberi warna.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati, Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Istri dan keturunan

Dalam Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang sekaku berguru kepada banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri dan anak-anaknya:

1. Dewi Subadra, berputra Raden Abimanyu;
2. Dewi Sulastri, berputra Raden Sumitra;
3. Dewi Larasati, berputra Raden Bratalaras;
4. Dewi Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan;
5. Dewi Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti;
6. Dewi Ratri, berputra Bambang Wijanarka;
7. Dewi Dresanala, berputra Raden Wisanggeni;
8. Dewi Wilutama, berputra Bambang Wilugangga;
9. Dewi Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati;
10. Dewi Supraba, berputra Raden Prabakusuma;
11. Dewi Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa;
12. Dewi Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada;
13. Dewi Maheswara;
14. Dewi Retno Kasimpar;
15. Dewi Dyah Sarimaya;
16. Dewi Srikandi.


Julukan

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna banyak memiliki nama dan nama julukan, antara lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong). "Begawan Mintaraga" adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti dari dewata, yang akan digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Nama lain
Arjuna dalam versi wayang golek.

Nama lain Arjuna di bawah ini merupakan nama lain Arjuna yang sering muncul dalam kitab-kitab Mahabharata atau Bhagawad Gita yang merupakan bagian daripadanya, dalam versi bahasa Sanskerta. Nama-nama lain di bawah ini memiliki makna yang sangat dalam, mengandung pujian, dan untuk menyatakan rasa kekeluargaan (nama-nama yang dicetak tebal dan miring merupakan sepuluh nama Arjuna).

1. Anagha (Anaga, yang tak berdosa)
2. Bhārata (Barata, keturunan Bhārata)
3. Bhārataśreṣṭha (Barata-sresta, keturunan Bhārata yang terbaik)
4. Bhāratasattama (Bharata-satama, keturunan Bhārata yang utama)
5. Bhārataśabhā (Barata-saba, keturunan Bharata yang mulia)
6. Dhanañjaya (perebut kekayaan)*
7. Gandīvi (Gandiwi, pemilik Gandiwa, senjata panahnya)
8. Gudakeśa (penakluk rasa kantuk, yang berambut halus)
9. Jishnu (hebat ketika marah)*
10. Kapidhwaja (yang memakai panji berlambang monyet)
11. Kaunteya / Kuntīputra (putra Dewi Kunti)
12. Kīrti (yang bermahkota indah)*
13. Kurunandana (putra kesayangan dinasti Kuru)
14. Kurupravīra (Kuru-prawira, perwira Kuru, ksatria dinasti Kuru yang terbaik)
15. Kurusattama (Kuru-satama, keturunan dinasti Kuru yang utama)
16. Kuruśṛṣṭha (Kuru-sresta, keturunan dinasti Kuru yang terbaik)
17. Mahābāhu (Maha-bahu, yang berlengan perkasa)
18. Pāṇḍava (Pandawa, putra Pandu)
19. Parantapa (penakluk musuh)*
20. Pārtha (keturunan Partha atau Dewi Kunti)*
21. Phālguna (yang lahir saat bintang Uttara Phalguna muncul)*
22. Puruṣaṛṣabhā (Purusa-rsaba, manusia terbaik)
23. Sawyaśachī (Sawya-saci, yang mampu memanah dengan tangan kanan maupun kiri)*
24. Śwetawāhana (Sweta-wahana, yang memiliki kuda berwarna putih)*
25. Wibhatsu (yang bertarung dengan jujur)*
26. Wijaya (yang selalu memenangkan setiap pertempuran)*
Baca Selengkapnya ......

Asal Usul Manusia

Kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari didunia ini adalah : Dimana-mana ada manusia, kita sendiri juga mahluk manusia yang tinggal disebuah tempat dari belahan bumi.

Sejak kecil kita bergaul dengan ibu, ayah, kakak, adik, nenek, kakek, saudara, tetangga, teman, yang semuanya mahluk manusia.
Kemanapun kita berada, pergi dan berurusan, tentu berhubungan dengan bangsa kita sendiri, yaitu sama-sama bangsa manusia.

Sebagai orang yang punya perasaan instinktif dan pikirannya selalu jalan, hati kecilnya tentu bertanya : Didunia ini ada begitu banyak manusia yang menjalani kehidupan diberbagai tempat, dikota, didesa, dibeberapa benua, negara, didaerah tropis maupun dipinggir kutub, ada pemukiman manusia.

Perjalanan waktu dan sejarah telah menunjukkan perkembangan manusia, sejak masa primitif sampai era modern ini.Kehidupan telah menunjukkan bahwa mahluk manusia dan mahluk-mahluk lain yang berbadan fisik seperti bermacam hewan, berkembang dan beranak pinak melalui perantaraan induk yang dibuahi pejantannya.

Pada manusia, dengan bunga-bunga kalimat sastra, dikisahkan melalui paduan kasih seorang wanita dan pria terkasihnya, istri dengan suami, terlahirlah buah cinta yang disebut bayi.


Perkembangan nama manusia

Pada zaman dahulu kala , manusia berkomunikasi antar sesama melalui perasaan dan pikiran ,istilah asingnya : through their mind. Pada masa mula-mula manusia dibumi, perasaan dan pikiran ( mind) para nenek moyang bangsa manusia sangatlah peka, tajam sekali. Dengan melalui rasa dan pikiran dan saling melihat saja, mereka bisa saling mengerti.Memang, dizaman mula tersebut, kekuatan telepati manusia tajam sekali. Ini juga satu anugerah dari alam, dari Gusti.


Lece

Kemudian, mulai muncul bahasa isyarat, lalu secara bertahap, suara yang keluar dari mulut semakin teratur dan lama-lama bisa dikendalikan sehingga sinkron dengan kehendak yang dikendalikan otak.

Menurut Kejawen, mahluk manusia dimasa itu disebut : Lece, dimana komunikasi masih dengan bahasa isyarat dan lengkingan-lengkingan suara yang belum teratur.


Mudita

Mudita adalah sebutan untuk orang, ketika orang sudah bisa menyebutkan nama barang-barang yang ada didunia ini dan selanjutnya muncul kata-kata sifat.
Kata-kata yang mulai dipakai adalah benda-benda yang ada disekitarnya, seperti : aku, kamu, nama-nama makanan seperti juwawut, padi; nama-nama buah-buahan, nama-nama binatang seperti ikan, burung, kambing, sapi dsb. Lalu dikenal nama-nama benda alam seperti : tanah, bumi, matahari, langit, air, api, bulan, bintang, angin dsb. Sesudah itu kata-kata yang berhubungan dengan rasa seperti : panas, dingin, terang, gelap, enak, sakit, manis, pahit, kecut, asin dsb.

Jadi sejak ada Mudita, bahasa mulai berkembang. Rupanya, mudita telah diberi kuasa oleh Sang Pencipta, Tuhan, untuk memberi nama semua hal yang ada dialam ini. Orang-orang tua kita berkata, kalau tidak ada mudita , tak ada kata-kata dan bahasa: Kabeh ora kocap – Segala hal tak terucapkan.


Manusia

Pada perkembangan lebih lanjut, mudita disebut manusia, yaitu mahluk yang punya malu.
Manusia dari manuswa. Manu artinya malu dan swa artinya hewan. Seseorang yang tidak punya rasa malu dikatakan berwatak seperti hewan.
Rupanya peradaban mulai meningkat, manusia punya malu, tidak seperti hewan.


Wong, Wahong

Menurut pemahaman Kejawen, ketika orang sudah disebut manusia, budaya dan peradaban berkembang lebih cepat.

Ada orang-orang tua bijak yang tajam dan bening rasa hatinya. Melalui mereka, manusia menerima pembelajaran kembali tentang esensi kehidupan.

Manusia, semua mahluk, tetumbuhan, benda dibumi, tidak bisa dipisahkan keberadaannya dari alam, karena merupakan bagian alam.Untuk itu, sejak dulu manusia sadar untuk harus melestarikan, menjaga , merawat alam ini sebaik-baiknya, karena tanpa alam tidak ada eksistensi manusia dibumi ini. Kalau bumi dan alam rusak, hidup dan eksistensi manusia terancam. Ini sebenarnya adalah sebuah pemahaman klasik!

Alam raya beserta segala isinya termasuk manusia berada dalam keadaan seperti ini, setelah melalui proses yang teramat panjang. Keberadaan alam beserta isinya termasuk umat manusia karena dikehendaki dan dicipta oleh Sang Pencipta Alam, yang dalam perkembangannya dipuja dengan asma: Gusti, Pangeran, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Welas Asih ( dan tentu nama-nama Tuhan dalam berbagai agama dan bahasa).

Menurut pemahaman Kejawen, manusia sebelum terlahir didunia ini dengan perantaraan ibu dan bapak, adalah suksma, spirit yang berada dialam asal muasal dibawah kuasa langsung Gusti.

Jadi, manusia adalah suksma, spirit yang memakai pakaian raga fisik dan raga halus untuk menjalani kehidupan didunia ini.Dewa -dewi adalah juga mahluk ciptaan Tuhan yang berujud spirit, yang esensinya adalah cahaya, sama dengan esensi suksma. Oleh karena itu, pinisepuh Kejawen menyebut orang : Wahong, artinya anak keturunan atau berasal dari dewa.Dalam perkembangan bahasa, kata wahong berubah menjadi wong, artinya orang.Lalu kita sering mendengar ungkapan : wong Jawa, wong Sunda, wong Indonesia, wong Asia, wong Amerika dsb.


Tiyang, Ti Hyang

Dalam bahasa Jawa krama inggil, bahasa halus, wong adalah tiyang dari kata Ti Hyang, berasal dari dewa, spirit.
Dalam kehidupan ini, sangat sedikit orang yang menyadari bahwa dia itu sebenarnya adalah suksma/roh yang berpakaian badan kasar dan badan halus. Padahal ini adalah pemahaman kunci bagi Kejawen dan spiritualitas universal.


Kenalilah dirimu yang sejati

Pada umumnya ,dikarenakan pengaruh kuat dari keperluan materi dan duniawi dalam kehidupan ini, banyak orang yang lupa kehidupan sejati, tidak tahu asal muasalnya dan esensi hidupnya.

Yang hidup adalah suksma/roh yang berada dibadan orang. Kalau suksma/roh kembali ke asal muasal karena berbagai alasan, maka orang itu mati. Sedangkan suksma tetap hidup dan kembali pulang ketempat asal muasal dialam kelanggengan, ada yang memberi istilah : kembali ke haribaan Tuhan.
Tuhan juga tak berwujud fisik, Beliau adalah Sang Pencipta, Sang Suksma Agung.

Yang bisa berkomunikasi dengan cara terhalus dengan Gusti, Sang Suksma Agung, adalah suksma yang berada diraga manusia. Oleh karena itu, seorang manusia seharusnya mengenali diri sejatinya, pribadi sejatinya , yang adalah suksma.

Itulah sebabnya kenapa para spiritualis, orang-orang bijak sering berkata : “ Kenalilah dirimu sendiri”, istilah asingnya “ Know thyself”.
Orang akan memahami dan mengalami kehidupan didunia dengan tentram bahagia ( dan tidak larut arus kehidupan yang tidak baik dengan berebut harta, kekuasaan dan berbagai macam akal-akalan yang tidak baik); sesudah dia bisa akrab dengan suksma-nya, yang adalah diri sejatinya, Sang Pribadi, istilah asingnya Higher Self.

Itulah yang dikatakan orang yang telah mendapatkan pencerahan secara spiritual, telah akrab dengan Sang Suksma, Pribadi Sejati, Higher Self, selalu akan sadar akan misi hidupnya dari Gusti, Tuhan, Sang Suksma Agung.
Hidupnya didunia pasti membawa misi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan jagat ini.


Kenapa suksma berada didunia?

Ini pertanyaan yang menggelitik, yang sejak dulu tidak henti-hentinya dilontarkan.
Suksma mendapat kesempatan dari Tuhan untuk berkiprah didunia dan menjalankan suatu misi, suatu tugas yang mesti dilaksanakan sebaik-baiknya sampai tuntas.

Ungkapan yang lebih lugas menyatakan : Suksma harus sekolah didunia.

Sayangnya, Sang Suksma ketika sudah sampai dibumi dan berujud manusia, menemui banyak hambatan dan goda dalam menjalankan misinya. Hubungan sang suksma dengan kendaraan yang dipakainya, manusia dengan egonya, tidak sinkron. Ini disebabkan si manusia terlalu didominasi oleh elemen-elemen duniawi , maunya hanya memenuhi keinginan materi dan duniawi yang penuh nafsu, meninggalkan esensi spiritualnya.

Menyiasati hal ini, pinisepuh Kejawen tidak bosan-bosannya mengingatkan : Eling lan waspada- Sadar dan waspadalah, siapa dirimu sebenarnya dan apa tugas sejatimu didunia.


Hidup bagai roda berputar.

Ajaran Timur termasuk Kejawen mempercayai bahwa kehidupan seseorang itu seperti roda yang berputar, istilah kebatinannya : Cakra manggilingan.
Artinya, satu saat suksma turun menetap sementara didunia, pada saat lain dia berada dialam suksma, lalu dapat tugas lagi dibumi dan seterusnya ,selalu berputar.

Jadi, spiritualitas Timur percaya kepada adanya inkarnasi dan reinkarnasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah hidup bagai roda, cakra manggilingan diartikan : Jalan hidup seseorang ,satu ketika bisa susah, lain kali mengalami masa jaya, makmur.

Perjalanan suksma, berasal dari mula-mula, kemudian dapat tugas dari Tuhan untuk tinggal dibumi, lalu kembali lagi ke alam mula-mula alamnya suksma, itu merupakan perjalanan yang benar.

Karena ada banyak suksma, sesudah orangnya meninggal, tidak mulus kembali kealam mula-mula. Dia nyasar pulangnya, karena telah membuat kesalahan fatal ketika berada didunia. Dia telah berbuat/membiarkan terjadinya perbuatan yang tidak baik dan melakukan dosa.
Mengenai hal ini, akan kita kupas kemudian.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dan jelas, kita akan membicarakan tentang terjadinya jagat raya dan bumi ini, tempat mahluk manusia bertempat tinggal.


JagadKejawen,

Suryo S. Negoro
Baca Selengkapnya ......

Saudara halus dan Pengawal halus

Dizaman modern ini,selain ada banyak orang yang bertanya :

” Siapa Aku ini?” – “Who am I?”,

“ Mengapa Aku disini?’ – “ Why am I here?”

“ Dari mana Aku datang?’- “ Where do I come from?”.

Ada juga yang bertanya apakah sebenarnya atau adakah” saudara-saudara halus” dari seorang manusia. Anak muda sekarang menyebutnya antara lain dengan istilah soulmates, teman atau saudara jiwa. Soulmates yang utama adalah jiwa yang amat dekat ikatannya seperti yang menjadi suami atau istri, saudara kandung pria dan wanita, anak atau orang tua ataupun sahabat dekat.

Soulmates yang menjadi teman-teman baik didalam kehidupan duniawi, ada juga kelompok soulmates yang adalah para individu yang sering saling berhubungan karena ada sebabnya/ kepentingannya. Misalnya antara murid dengan pengajarnya.

Di dunia yang banyak ditinggali manusia, didalam pergaulan ini selain ada soul/jiwa yang sudah dikenal sebelumnya dialam kelanggengan atau immortal life, banyak pula yang tidak dikenal. Ini sesuatu yang lumrah saja, karena didunia ini, kita juga tidak mungkin berhubungan dekat ataupun bahkan mengenal dari dekat dengan semua orang.


Saudara-saudara halus

Sejak kuno, spiritualitas Jawa mengakui bahwa setiap orang mempunyai saudara-saudara halus yang mendampinginya. Mereka tentu tidak kelihatan oleh mata biasa ,karena mereka tidak berbadan fisik. Mereka itu ada dan berbadan halus yang berujud sinar.

Dalam pemahaman spiritualitas universal dinyatakan bahwa setiap manusia selalu didampingi oleh spirit guide atau pengawal suksma, bisa satu pengawal bisa lebih. Para guides atau pengawal juga berasal dari dunia suksma.

Seperti kita telah fahami bahwa manusia sejati adalah suksma yang memakai pakaian badan halus dan badan fisik yang sesuai. Suksma atau jiwa hidup langgeng atau immortal, yang rusak adalah raga. Bila raga rusak, maka suksma/jiwa kembali kealam asal atau dalam bahasa sehari-hari disebut meninggal dunia. Orang Jawa kuno bilang : Kembali kemula-mula, pulang keharibaan Gusti, Tuhan.

Manusia hidup yang berujud bleger- raga eteris dan fisik, didalamnya berupa suksma, yang dalam spiritualitas sering dipanggil pribadi sejati atau Higher Self dan pada penampilan luarnya berujud manusia yang beraga.( Mengenai Pribadi Sejati atau Higher Self, ada sementara spiritualis muda kita, yang menyebutnya dengan “ Kembaran Saya”, mereka berdalih pada waktu ketemu dengan Pribadi Sejati, rupa dan bentuknya persis seperti dirinya).

Menurut kawruh Kejawen, pengetahuan spiritual Jawa yang merupakan satu kebenaran dan kenyataan, setiap manusia selalu didampingi oleh saudara-saudara halusnya. Dari begitu banyak bibit kehidupan berupa sperma sehat calon Bapak yang masuk dalam gua garba ibu, hanya satu yang menjadi janin dan ketika sudah 9/sembilan bulan dikandungan ibu, terlahir sebagai bayi.

Bisa juga dua atau lima , kalau terjadi bayi kembar. Jadi banyak bibit kehidupan yang tidak mendapatkan kesempatan untuk terlahir sebagai bayi manusia.Sedangkan yang telah menjadi bayi , tumbuh menjadi manusia untuk menjalani kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, kita yang menjadi manusia , wajib mensyukuri hidup ini dan mengisi kehidupan didunia ini dengan benar, baik dan berguna bagi sesama dan jagat ini.

Manusia dalam kiprahnya menjalani kehidupan dibumi , selalu didampingi oleh saudara-saudara halusnya kapanpun dan dimanapun dia berada. Para saudara halus ini mendapatkan tugas dari Sang Pencipta Kehidupan, Gusti, Tuhan untuk membantu dan menjaga saudaranya yang pada saat ini menjadi manusia dibumi.


Siapa saja saudara halus itu?

Saudara halus – sedulur alus yang tidak berbadan fisik itu menurut kepercayaan tradisional Jawa selalu membantu saudaranya yang manusia dengan jalan menyertai, melindungi, membantu supaya saudaranya yang manusia menjalani kehidupannya dengan selamat, sehat, sejahtera selama hidup dibumi ini. Tugas sedulur alus tersebut sesuai dengan paugeran – ketentuan dari Gusti.

Saudara halus itu jumlahnya banyak, mari kita coba mengenali mereka :

Mar dan Marti, biasa dipanggil Mar Marti.

Mereka adalah saudara manusia yang lebih tua. Mereka tidak ikut dilahirkan melalui gua garba ibu. Mar yang paling tua merefleksikan perjuangan ibu sewaktu melahirkan bayi. Dia adalah daya, kekuatan yang kuat, hebat untuk hidup dan melindungi hidup.

Marti merefleksikan perjuangan ibu setelah melahirkan. Perjuangannya berhasil, lega rasanya. Oleh karena itu Mar Marti tinggi pangkatnya, sebagai Raja dan Ratu. Secara mistis warnanya berupa cahaya putih bersih dan kuning muda jernih.

Mar Marti membantu manusia yang dikawalnya ,hanya untuk hal-hal yang penting, dalam keadaan yang benar-benar diperlukan. Karena derajat Mar Marti adalah bagai Raja dan Ratu, maka manusia yang meminta bantuan mereka adalah yang punya perbuatan, pikiran dan rasa yang jernih. Menurut istilah Kejawen adalah manusia yang telah melakukan tapabrata terlebih dahulu, yang sudah melakukan laku spiritual yang sungguh-sungguh.


Sedulur papat kalimo pancer

Saudara empat yang kelima pancer, yaitu :

Kakang Kawah : Kakak Kawah, yang keluar dari rahim ibu, sebelum sibayi. Warnanya putih, tempatnya di Timur.

Adi Ari-ari : Adik ari-ari, yang keluar dari rahim ibu, sesudah si bayi. Warnanya kuning, tempatnya di Barat.

Getih : Darah yang keluar dari rahim ibu sewaktu melahirkan. Warnanya merah, tempatnya di Selatan.

Puser : Pusar, yang dipotong sesudah kelahiran bayi. Warnanya hitam, tempatnya di Utara.

Pancer : Pancer adalah bleger ,wujud badan jasmani yang ada ditengah keempat saudara yang lain yang tidak punya raga fisik.

Sedulur papat kalimo pancer juga disebut Keblat papat, kalimo tengah ,artinya : Kiblat empat, yang kelima ditengah.( Mengenai kiblat: Timur, Selatan, Barat, Utara dan Tengah, ini mengandung pemahaman tersendiri dalam spiritualitas Kejawen, yang akan diuraikan dilain kesempatan).

Para saudara halus ini mempunyai tugas untuk membantu manusia didalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya ada saudara-saudara halus yang dipanggil sebagai :

Kabeh kadang ingsun kang metu saka margo ino lan kang ora metu saka marga ino.

Semua saudaraku, yang ada melalui rahim ibu dan yang tidak melalui rahim ibu.

Kabeh kadang ingsun kang ora katon miwah kang ora karawatan.

Semua saudaraku yang tidak kelihatan dan tidak terawat.

Kabeh kadang ingsun kang lahir bareng sadino sawengine karo aku.

Semua saudaraku yang lahir siang malam bersamaku.

Jadi, memang benar saudara halus manusia itu ada banyak, mereka juga sering disebut sedulur sinarawedi- saudara terdekat. Dari sudut kebatinan, ada yang menyebut mereka makdum sarpin.


Perlu dikenal

Para pinisepuh Kejawen mengajarkan supaya kita semua mengenal dan syukur kalau mau ngerteni – memahami saudara halus kita. Mereka itu selalu mengawal dan membantu kita, disadari atau tidak, karena mereka dapat tugas dari Gusti, Tuhan. Tentunya ,si manusia juga harus berbuat dan berkemauan yang baik.

Perlu diketahui bahwa para saudara halus tersebut merasa senang kalau kita mengetahui kehadiran dan keberadaan mereka, terlebih kalau kita memperhatikan mereka. Kalau mereka merasa dianggap dan diperhatikan tentu mereka akan lebih rajin dan giat membantu. Mereka senang bila setiap saat diajak berpartisipasi dalam setiap kegiatan kita, seperti : makan, minum, belajar, bekerja, menyopir, mandi dsb.

Contoh mengajak saudara halus kita, katakan dalam batin :

“ Semua saudara halusku ( secara lengkap adalah : Kakang kawah, adi ari-ari, getih, puser, kadang ingsun papat kalimo pancer, kabeh kadang ingsun kang metu saka margo ino lan kang ora metu saka margo ino, kabeh kadang ingsun kang ora katon miwah kang ora karawatan, kabeh kadang ingsun kang lahir bareng sadino sawengine karo aku), saya mau makan, bantulah saya – Aku arep mangan, ewang-ewangono. Artinya supaya kita dibantu bisa makan dengan selamat dan makanan itu juga baik untuk kita.

“ Semua saudara halusku, bantulah saya menyopir mobil ini atau naik motor ini supaya selamat dan lancar sampai ke kampus atau ke kantor”. Artinya supaya dibantu supaya tidak ada halangan maupun kecelakaan.

“ Semua saudara halusku, bantulah saya dalam bekerja, sehingga pekerjaan saya lancar dan benar”.


Perlindungan pada waktu tidur

Pada waktu tidur, kita tidak bilang supaya dibantu tidur. Nanti mereka semua tidur dan tidur itu bukan kebutuhan mereka. Katakan dalam batin : “ Kabeh sedulur alusku, aku arep turu, reksanen aku sajerone turu, yen ana kang ngganggu utawa mbebayani tandangono utawa gugahen aku”. Artinya :

“ Semua saudara halusku, saya mau tidur, lindungilah saya. Kalau ada yang mengganggu atau membahayakan, kamu atasi atau kamu bangunkan aku”.

Sambil merebahkan badan ditempat tidur, sebelum menutup mata, letakkan telapak tangan kanan diatas dada , menyentuh jantung, katakan dalam batin : “Saya juga hidup “–“ Aku iyo urip”.

Berdasarkan pengalaman, biasanya tidur nyenyak, selamat, bangun tidur sehat, cerah.


Akrab dengan saudara halus

Hubungan akrab dengan semua saudara halus bisa dilakukan dengan biasa melakukan komunikasi. Seperti juga dalam pergaulan antar manusia, kalau sering terjadi komunikasi, tentulah hubungannya menjadi lebih terbiasa dan bahkan menjadi akrab. Kalau sudah akrab, bisa terjadi hubungan yang saling membantu.

Jalinan komunikasi pertama adalah : Anda sering menyebut nama mereka secara lengkap, satu per satu. Ini anda lakukan karena anda perlu minta dibantu atau dilindungi. Dengan menyebut mereka dan minta bantuan itu artinya anda mengakui keberadaan mereka dan bahwa mereka adalah saudara-saudara anda yang anda sayangi dan perlukan. Jadi menyebut mereka dan minta kerjasama mereka, itu tidak merendahkan mereka maupun anda, itulah kenyataan yang digariskan Gusti, sesuai Kejawen. Ini adalah tindakan terhormat karena anda dan saudara-saudara anda adalah dari satu sumber yang sama yaitu atas karsa Gusti.

Seandainya anda, tidak pernah menyapa mereka, maka sebagai sesama makhluk mereka juga merasa bahwa keberadaan mereka tidak anda perhatikan dan perlukan. Mereka akan tidak antusias mendampingi, melindungi dan membantu anda, meskipun itu tugas alami mereka atas kehendak Gusti. Maka jangan heran kalau kita lihat banyak teman, kenalan kita yang hidupnya kesandhung-sandhung – banyak menghadapi kendala, sial, nasib jelek dan sebagainya. Mungkin saja mereka tidak dibantu secara optimal oleh saudara-saudara halusnya sendiri, selain ada masalah karma.

Hendaknya diketahui bahwa para saudara halus itu berada didunia dengan tanpa raga fisik, itu adalah juga latihan bagi mereka, bila nanti satu ketika ,mereka diperbolehkan menjalani kehidupan sebagai manusia oleh Gusti, Tuhan. Bila mereka bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, itu harapan lebih besar dan lebih cepat untuk muncul dibumi sebagai manusia.

Mereka juga senang kalau manusia yang dikawal sukses, maju dan baik kehidupannya. Sebaliknya ,bila yang dikawal tidak baik, tidak memahami mereka, mereka juga punya rasa bosan. Lalu timbul perasaannya :” Buat apa mendampingi lama-lama manusia seperti ini. Lebih baik dia cepat dipanggil kembali kealam asal yaitu alam suksma dan kamipun juga bebas tugas dan juga kembali kealam suksma. Disana kami menanti anugerah Gusti untuk diciptakan sebagai manusia dan boleh hidup dibumi sesuai ketentuan”.

Komunikasi dan ajakan kepada saudara halus yang utama adalah ketika kita manembah kepada Gusti. Kita ajak mereka, disebut namanya satu persatu untuk membantu dan melindungi kita dan penyembahan kita, semadi kita, meditasi kita diperkenankan oleh Gusti.

Pendekatan kita yang kedua adalah ketika kita melakukan laku spiritual untuk memperteguh iman kita untuk percaya, berbakti dan mendekatkan diri kepada Gusti. Ajaklah saudara halus untuk membantu dan melindungi.

Pendekatan ketiga supaya akrab dengan saudara halus adalah supaya mereka membantu kita dalam menjalankan tugas kehidupan yang baik dan benar supaya berhasil dan tidak terkena halangan atau goda yang negatif.
Pendekatan yang lain ketika kita mengajak saudara halus kita membantu kita supaya kita berhasil mencapai cita-cita dan keinginan yang baik.

Menurut pengalaman para pinisepuh dan yang sudah akrab dengan saudara-saudara halus, sebenarnya mereka itu masing-masing punya kekhususan a.l .:

Mar Marti, hanya membantu dalam hal yang sungguh perlu dalam kehidupan seseorang. Kakang Kawah dan Adi Ari-ari adalah yang banyak membantu dalam memenuhi kehendak yang baik. Kakang Kawah selalu membantu sebaik-baiknya terjadinya satu cita-cita/ keinginan, sedangkan Adi Ari-ari selalu mendukung dan menyenangkan. Getih membantu menggerakkan gairah dan semangat, Puser memperhatikan kemauan dan kebutuhan duniawi.

Sedangkan bagi saudara-saudara spiritualis yang sudah serasi hubungannya dengan Pribadi Sejati atau Higher Self, Pribadi Sejati bukan untuk permintaan apapun ,apalagi yang bersifat keduniawian,tetapi untuk sumarah – berpasrah total kepada Gusti.Pada tataran ini seorang manusia sejati sebenarnya telah memasuki tataran kesadaran spiritual yang jarang digapai oleh orang biasa.

Mengenai kesadaran- consiousness yang berupa bawah sadar, kesadaran normal dan kesadaran tinggi, akan kita bicarakan kemudian.


JagadKejawen,

Suryo S. Negor
Baca Selengkapnya ......

Dunia makhluk halus di Jawa ( 4)

Sebagai aturan baku, masing-masing bangsa makhluk hidup dialamnya masing-masing dengan urusannya masing-masing.

Banyak orang yang bertanya, kenapa didimensi dunia manusia ada juga makhluk halus dari lain dimensi seperti jim dan siluman?

Keberadaan makhluk-makhluk jim dan siluman didunia manusia karena mereka diundang atau diajak oleh manusia untuk tinggal disini. Ada sementara orang yang membutuhkan jasa mereka, misalnya untuk dijadikan pengawal, menjaga suatu tempat atau rumah atau menempati pusaka-pusaka tertentu.

Jadi keberadaan mereka didunia kita ini karena ditarik oleh orang-orang kuat atau dukun untuk melakukan tugas tertentu.

Ditahun 90-an ada sementara orang yang mengaku secara terbuka bahkan lewat iklan disurat kabar menjadi supplier makhluk halus khususnya bangsa jim/jin termasuk yang diimport dari negara lain dengan berbagai macam ketrampilan, tergantung harganya. Untuk kegiatan semacam ini , kita tidak ikut campur dan tidak ingin memberi komentar.

Makhluk halus yang sudah ditarik untuk berada didimensi manusia, sudah sulit untuk kembali ke habitatnya bersama bangsanya lagi.Mereka itu menempati berbagai benda atau rumah untuk dijadikan tempat tinggalnya. Ada yang tinggal disebuah batu aji yang ada dicincin atau dipusaka yang berupa tombak atau keris.

Benda-benda tersebut memang bentuk fisiknya kecil, tetapi dicipta secara gaib oleh makhluk halus sehingga “disananya” adalah sebuah rumah besar atau istana.

Ada baiknya kita ketahui bahwa sebuah keris atau batu akik itu masing-masing membawa daya alami yang berupa enerji. Batu akik, gemstone punya daya alami , enerji yang sesuai dengan sifatnya, misalnya ada yang membawa ketenangan, bisa membangkitkan semangat, mampu menyedot bisa binatang dlsb.

Hanya saja, munculnya daya alami dari sebuah batu alam , haruslah dibangkitkan atau diprogram terlebih dahulu oleh orang yang tahu /programmer. Kalau tidak, meskipun harganya mahal seperti berlian, safir, ruby, emerald hanyalah merupakan “sleeping beauty “ belaka. Kalau pada batu alam tersebut ditempatkan makhluk halus, maka batu itu akan mempunyai fungsi seperti kemampuan makhluk halus itu.

Demikian halnya sebuah keris atau tombak pusaka. Setiap keris atau tombak sudah mempunyai daya alami dari bahan besi dan logam yang ada pada keris atau tombak tersebut.Disamping itu sebilah keris yang bagus memiliki daya magis sesuai dengan daya cipta yang ditanamkan oleh empu keris pembuatnya dan sesuai pesanan yang dimasukkan oleh pemesannya/ pemiliknya yang pertama. Lalu kedalam keris bisa dimasukkan makhluk halus untuk memperkuat daya kemampuan keris tersebut.( Biasanya makhluk halus yang dimasukkan oleh umum disebut qodam).

Oleh karena itu, bila seseorang mendapatkan keris, apakah pemberian atau lewat proses jual beli ( istilah yang digunakan :lewat mas kawin), harus dilihat apakah cocok keris itu menjadi miliknya. Karena fungsi keris yang dipakai oleh seorang priyayi tentunya berbeda dengan yang diperlukan seorang petani atau pedagang. Kerisnya seorang senopati, tentu berbeda dengan keris seorang penyembuh, demikian seterusnya.


Saling berkunjung

Ada kalanya, bangsa makhluk halus yang berkedudukan tinggi atau punya kemampuan tinggi seperti ratu, menteri, hulubalang, dukun penyembuh, meninggalkan sementara habitatnya dan bertamu ke seorang manusia. Ini dilakukan sesuai keperluannya. Sesudah selesai , mereka pulang kembali ke rumahnya, di dimensinya sendiri. Atau mereka datang ke dimensi manusia karena diundang. Sebaliknya, ada juga manusia yang karena suatu keperluan pergi berkunjung ke dimensi lain, sesudah selesai mereka pulang.

Kadang-kadang, dukun-dukun yang mumpuni dari dimensi lain datang kesini untuk berkonsultasi dengan seorang pinisepuh atau wong pinter. Ada pula dukun dimensi lain mengirim pasien-pasiennya untuk melakukan konsultasi kepada atau berobat kepada wong pinter disini. Hal itu bisa terjadi karena telah ada persetujuan antara dukun sana dengan dukun sini.

Karena bagaimanapun “penyeberangan” dari dimensi satu ke dimensi yang lain dan lalu kembali lagi, itu ada tekniknya yang mesti diikuti tata caranya.


Ilmu Hitam

Yang kita pelajari adalah Ilmu Sejati, pengetahuan Ilahi, divine knowledge untuk mendekatkan kita selalu kepada Gusti dan memahami dan menghayati hidup sejati. Kita adalah pencari ilmu sejati, the seekers of true knowledge.

Tetapi ada sementara orang yang mempelajari dan menjadi pengikut apa yang disebut “ilmu hitam”seperti black magic, santet dlsb. Mereka adalah orang-orang yang nekat berani membuat kesalahan fatal yang melanggar ketentuan Gusti, Tuhan. Ini adalah golongan orang-orang yang berpikiran sempit, biasanya berpendidikan rendah, tetapi ingin mendapatkan sesuatu dengan jalan pintas, supaya dalam waktu singkat jadi orang hebat.

Mereka menempuh “jalan hitam” dengan perantaraan dukun “hitam”pula. Mereka diharuskan memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh dukun “hitam” tersebut.

Selanjutnya orang tersebut dalam mencapai tujuannya akan dibantu oleh makhluk halus golongan jahat. Untuk itu , dia harus membayar sejumlah uang kepada dukun hitam dan memberi upah berupa sesaji yang diminta oleh makhluk halus tersebut. Orang itu biasanya minta dibantu untuk menjadi kaya atau mencapai kedudukan tinggi. Makhluk halus itu akan membantu memenuhi kehendak orang tersebut selama dia masih hidup didunia ini.

Hidup didunia relatif singkat saja, mestinya harus diisi dengan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama dan buana dan secara sadar mengikuti ketentuan Gusti, tetapi ada orang yang keblinger, sudah lupa kepada nalar, berani berbuat salah, berani berbuat dosa , mereka berpaling kepada “golongan hitam” supaya hidup enak selama didunia ini. Tetapi sesudah kehidupan ini, mereka akan diseret kelembah hitam, menjadi budak makhluk halus jahat .Lalu untuk berapa lama dan sampai kapan?

Biasanya si dukun hitam itu bilang dia tidak ikut bertanggung jawab atas apa yang diperbuat oleh orang yang telah menggunakan jasanya. Dia berkilah hanya menjalankan profesinya ,mencari uang. Itu tidak benar, si dukun hitam itu juga akan menanggung perbuatannya dan akan mendapatkan hukuman yang setimpal.

Banyak cerita tentang orang-orang yang jadi “hebat” karena punya “ilmu hitam”. Salah satunya : Ada seorang perampok kondang yang punya “aji belut putih”- welut putih. Seperti belut putih , dia sukar ditangkap. Dia juga kebal, dihajar begitu parah , tetap saja kuat dan dalam sekejap kebugaran tubuhnya pulih seperti sebelumnya. Itu terjadi sesudah dia minum sedikit air. Seperti belut, dia perlu dekat air dan mengkonsumsi lebih banyak air dari pada orang biasa.

Tetapi sehebat-hebatnya “ilmu hitam belut putih” dan masih banyak yang lain, kalau sudah sampai waktunya akan datang apesnya, hilang dayanya dan dia akan tertangkap dan dikalahkan.


Guru “Ilmu Hitam”

Dalam kenyataannya, didunia ini ada juga orang yang berprofesi sebagai guru “ilmu hitam”. Dalam kehidupannya didunia pada saat ini, dia terlihat amat berkecukupan, punya berbagai kemampuan yang menakjubkan, seperti ilmu kebal dan berbagai kebisaan yang membuat orang kagum. Dia biasanya ditakuti banyak orang, amat dihormati oleh murid-muridnya. Tetapi, apa yang dipunyai itu termasuk kategori’Ilmu hitam” yang tidak sesuai dengan ilmu ataupun tindakan yang diperkenankan Gusti, Tuhan.

Sebenarnya, kalau ditilik dari sudut pandang nalar, orang normal tentu akan menghindari “ilmu hitam” dan jangan sampai berhubungan dengan hal-hal seperti itu, karena teramat berat resiko yang harus ditanggung di kemudian hari. Tetapi ada orang nekad yang memakai “ilmu hitam” karena pamrih dan nafsu tertentu, pokoknya sekarang berhasil, dikagumi banyak orang, jadi orang kaya, terpandang, berkuasa. Apa yang harus dibayar kemudian ,itu urusan nanti. Ini terjadi karena adanya dukun-dukun “ilmu hitam”. Ini memang adalah orang-orang yang “berani” menjalani kehidupan yang seperti itu.

Untuk diketahui, bahwa untuk mendapatkan, bisa menguasai “ilmu hitam” apalagi menjadi guru “ilmu hitam”, itu juga berat syarat-syaratnya. Kenapa ada sementara orang yang memilih jalan ini? Kenapa tidak belajar ilmu yang baik-baik saja atau belajar ilmu sejati?

Karena dalam ilmu sejati tidak ada jalan pintas, harus ditempuh berlandaskan keyakinan kepada Gusti berdasarkan budi pekerti dan nurani yang baik dan perilaku yang benar.

Dari kisah lama kita mendengar : Seorang tokoh “ilmu hitam” dalam pertempuran menundukkan lawannya yang juga sakti,dia merubah bentuk tubuhnya menjadi seekor ular besar yang garang dan dengan sigap melumat musuhnya. Sehabis kemenangannya, namanya semakin terkenal, hidupnya semakin enak, segala keperluan duniawi dengan mudah didapat.

Tetapi hendaknya diketahui, bahwa tokoh hitam ini telah mengadakan komitmen untuk nantinya menempuh kehidupan yang sesuai dengan komitmen “ilmu hitam”nya, misalnya dia akan hidup dalam dunia makhluk halus ular sampai akhir jaman. Ini tentu tidak sesuai dengan Sangkan Paraning Dumadi dari Ilmu Sejati.


----*----

JagadKejawen,
Suryo S.Negoro
Baca Selengkapnya ......

Dunia makhluk halus ( di Jawa) ( 3 )

Kita sering mendengar omongan orang tentang adanya tempat-tempat tertentu yang dihuni makhluk halus atau dibilang tempat angker. Hal ini bisa saja terjadi, biasanya yang terjadi adalah sebagai berikut :
( Sebelumnya hendaknya diingat ada makhluk halus yang jahil dan ada yang baik, seperti juga didunia manusia).

1. Makhluk halus yang bermaksud memberi tahu penghuni rumah atau tamu yang datang/menginap bahwa rumah/ tempat itu, juga merupakan tempat hunian makhluk halus.
2. Makhluk halus yang ingin ditolong, dilepas dari penderitaan. Mereka ada disitu, tidak bisa meneruskan perjalanan karena misalnya meninggal secara kurang baik,seperti : bunuh diri, kecelakaan, dihukum dlsb.
3. Makhluk halus yang ingin mengadakan dialog, hubungan baik.
4. Makhluk halus yang usil, jahat, mau mengganggu ketentraman hidup manusia.


Hendaknya diketahui bahwa bagi saudara-saudara kita yang sudah mengetahui rahasia kehidupan, sudah menguasai ilmu sejati, penampakan makhluk halus bukanlah sesuatu yang aneh, itu biasa-biasa saja. Seperti kita melihat orang lain saja.

Kalau kita sudah mengerti bahwa ada 7/tujuh dimensi kehidupan didunia ini, dimana masing-masing “bangsa “ mempunyai urusannya masing-masing dan terjadi hidup berdampingan secara damai, ini yang penting. Lalu ada tambahan mahluk-makhluk halus asal manusia ( wong alus). Mereka kebanyakan dari golongan “watukayu” yang tidak/belum bisa kembali kealam mula-mula karena telah menjalankan kesalahan sewaktu hidupnya dulu sebagai manusia. Selain itu ada suksma manusia yang bertataran tinggi yang menjadi ratu ( ngratoni) di dimensi kehidupan lain yang tertata. Menurut pemahaman Kejawen, Itu terjadi atas purbawasesa/ kuasa Gusti, Tuhan .

Yang bikin ramai adalah adanya sementara orang yang mengaku jadi”wong pinter”, “orang pandai” dibidang “gaib”, dukun, cenayang, paranormal, yang menjadikan hal ini sebagai ranah yang bisa dipakai cari uang, untuk tujuan komersial. Selain itu beredar cerita-cerita yang berdasarkan “jarene”, kata orang.

Ini bertolak belakang dengan orang-orang kebatinan sejati, yang selalu bersikap merendahkan diri, tidak sombong. Bila ada orang yang minta tolong ,akan ditolong dengan dasar ikhlas, tidak ada pamrih kecuali menolong, berbaik kepada sesama. Menolong itu adalah kewajiban sebagai makhluk Tuhan dan sekaligus kehormatan. Prinsip hidup itu adalah : Lebih baik menolong dari pada ditolong. Lebih baik memberi dari pada diberi. Itulah laku utama seorang pelestari budaya Kejawen.


Rumah yang aman dan bersih

Kebanyakan orang tentunya ingin mempunyai kehidupan rumah tangga yang aman, tentram, berkecukupan.Ada kalanya sebuah keluarga merasa terganggu kenyamanan hidupnya karena dirumahnya, dihuni juga oleh makhluk halus. Kepala keluarga yang rumahnya merasa diganggu, biasanya akan meminta tolong seorang “Priyayi sepuh”,” wong tuwo”,” wong pinter”, dukun supaya rumahnya terbebas dari gangguan.
Biasanya ada dua pilihan untuk menanggulangi gangguan tersebut.

1. Makhluk/makhluk-makhluk halus itu diminta supaya tidak mengganggu penghuni rumah dan tamu-tamunya, tetapi mereka tetap boleh tinggal disitu. ( Prinsip : Hidup berdampingan secara damai). Pertimbangannya : Makhluk halus itu telah lebih lama tinggal ditempat tersebut dan kadang-kadang bahkan sebelum disitu didirikan rumah tinggal.
2. Mereka diminta untuk meninggalkan rumah/tempat tersebut, apalagi kalau kelakuannya jahil, jahat.”Priyayi sepuh” yang bijak akan mengarahkan kemana makhluk halus itu pindah.


Penampakan makhluk halus

Kita sering mendengar kejadian atau juga menyaksikan :dimalam hari ada orang teriak-teriak ketakutan karena melihat penampakan makhluk halus yang menakutkan, badannya berlumuran darah atau bentuk-bentuk lain yang seram. Sebenarnya makhluk halus seperti ini ingin ditolong supaya dia terbebas dari cengkaraman hidup ditempat tersebut.

Kalau kita berziarah kemakam, maka dijumpai masih banyak wong alus, orang halus yang belum bisa melanjutkan perjalanan ke alam kelanggengan. Mereka itu masih terikat dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, meskipun sudah meninggal dunia beberapa waktu yang lalu.

Tindakan yang baik, terpuji ,kalau kita mendoakan orang yang telah meninggal ,dengan memohonkan ampun atas segala kesalahannya kepada Gusti, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Dengan berada didepan pusara orang yang telah meninggal atau melihat foto atau mendengar cerita tentang seseorang yang telah meninggal, seorang spiritualis Kejawen, akan tahu bagaimana perjalanan atau keadaan orang yang telah meninggal itu. Apakah sudah baik atau sempurna kembali ke alam mula-mula atau masih harus melewati cobaan.Dalam hal ini, spiritualis itu menggunakan kemampuan dari “roso sejati” yang semakin lama semakin peka karena pendekatan, kedekatan dan kepasrahan kita kepada Gusti dan bekerja secara otomatis dan yang terpenting semua itu karena berkah dari Gusti, Tuhan Yang Maha Kuasa.


Tempat-tempat angker

Beberapa tempat seperti dibeberapa jembatan, perempatan jalan, musium, rumah tua, petilasan, makam dll, ada yang angker dan mendirikan bulu roma.

1. Dibeberapa jembatan atau jalan, terjadi banyak kecelakaan, memakan banyak korban. Sopir yang lewat tempat itu membunyikan klakson supaya tidak ada gangguan.Para korban manusia yang meninggal karena kecelakaan ditempat tersebut, setelah meninggal, tidak bisa melepaskan diri dari tempat itu. Gaya tarik bumi disitu terlalu kuat sehingga harus tetap berada disitu dan menderita. Lalu kenapa ditempat itu sering terjadi kecelakaan yang memakan korban? Karena mereka menarik orang-orang lain supaya tinggal bersama mereka.
2. Di beberapa musium, istana/rumah tua, makam ,pada malam hari suasananya mencekam. Biasanya ada makhluk-makhluk halus yang menjaga disitu. Di musium, ada benda-benda antik dan pusaka yang dijaga. Dimakam, ada pusara seseorang yang dijaga oleh makhluk-makhluk halus. Meski orang tersebut sudah meninggal, makhluk halus ada yang setia tetap menjaga. Makhluk halus ada yang pandai ,ada yang bodoh, menjaga pusara dengan kesetiaan buta. Mereka menyerang siapapun yang mendekat pusara yang dijaganya itu. Yang bodoh tidak punya kemampuan untuk mendeteksi seberapa kemampuan orang yang datang, mereka itu langsung menyerang saja. Kalau orang yang diserang tidak punya “lambaran” – “pegangan ilmu”, dia bisa jatuh sakit atau bahkan bisa mati, kalau tidak segera ditolong oleh yang tahu.Oleh karena itu, kalau masuk makam, musium, tempat-tempat tua, paling tidak punyailah persiapan batin terlebih dahulu sebelum masuk. Minimal punyailah niat baik, misalnya mau berziarah atau hanya melihat-lihat atau mempelajari sesuatu dimusium dengan tujuan baik, tidak untuk merusak. Untuk orang Kejawen ada cara praktis yaitu mengajak saudara-saudara halus kita untuk mendampingi dan membantu dan melindungi kita.Saudara-saudara halus kita itulah yang akan menghadapi makhluk atau orang halus yang ada disitu.
3. Ada tempat yang mempunyai daya tarik alami yang sangat kuat, sehingga tempat itu bagus untuk melakukan meditasi, melakukan olah spiritual dll. Dan tempat itu juga banyak menarik makhluk-makhluk dimensi lain yang senang berkunjung ketempat itu.
4. Hunian para makhluk halus , baik berupa istana, rumah, perkampungan biasanya berada ditempat yang sepi yang jauh dari tempat tinggal manusia. Tetapi pertumbuhan manusia yang cepat berkembang biak telah mendesak hunian para makhluk halus.



Hubungan antar makhluk lain dimensi

Seorang manusia bisa berhubungan dengan makhluk-makhluk dari dimensi lain, seperti dari dimensi Merkayangan, Siluman maupun Kajiman. Ada juga manusia yang punya istri atau suami makhluk dimensi lain. Biasanya anak yang lahir dari perkawinan campuran akan hidup di-dimensi sana, bukan di dimensi manusia. Mereka yang kawin dengan makhluk halus dari dimensi lain yang tertata itu , tentulah telah membuat perjanjian terlebih dahulu bagaimana cara mereka ketemu, hidup bersama, mengasuh anak dsb.

Menurut para pisisepuh ,sebaiknya manusia kawin dengan manusia, tetapi kalau terpaksa kawin dengan makhluk halus, harus makhluk halus dari dimensi kehidupan yang tertata, bukan dengan makhluk halus yang sedang menjalani hukuman sesudah kehidupan ini.

Manusia yang kawin dengan makhluk halus dari merkayangan, kajiman maupun siluman, biasanya usianya relatif masih muda, pengetahuan spiritualnya juga belum mencapai tataran sepuh, tetapi sudah punya bonus untuk melihat dan ketemu makhluk halus. Biasanya orang muda itu tidak kuasa menolak ajakan dari siluman cantik atau ganteng sekali untuk berhubungan dan selanjutnya hidup bersama. Orang muda itu akan berkata dalam hati : Aku belum pernah melihat wanita secantik itu atau pria yang bukan main bagus rupawan. Mana ada manusia wanita atau pria secantik/sebagus ini mau sama aku.Lalu terjadilah ikatan perkawinan antar dimensi kehidupan, dalam hal ini antara manusia dengan makhluk halus dimensi lain.

Banyak guru kebatinan yang memberi saran supaya seorang yang relatif masih muda usia dan juga tataran ilmunya untuk tidak berhubungan dengan makhluk halus dimensi lain, ini sebenarnya cara halus untuk menghindari perkawinan campuran seperti ini.

Hendaknya diketahui bahwa dimensi lain itu juga banyak penduduknya dan makhluk halus itu lebih agresif dalam berhubungan asmara dibandingkan manusia.

Mereka yang punya istri atau suami makhluk halus, biasanya menjadi pandai dalam hal-hal “gaib”. Mereka jadi punya” pandangan tajam”, tahu banyak hal yang tidak kelihatan. Itu karena diberi tahu oleh pasangan halusnya. Dan itu bukan berarti bahwa mereka telah mencapai tataran spiritual yang tinggi, itu bukan pertanda kedekatan kejalan Ilahi.

Setelah jadi “orang pandai” dan bisa jadi konsultan soal-soal “gaib”, mereka jadi malas melakukan panembah, penyembahan kepada Gusti atau samadi. Mereka menghabiskan banyak waktunya dengan makhluk-makhluk halus.

Lalu kenapa pula banyak makhluk halus yang tinggal di dimensinya manusia?

----*----bersambung



Jagadkejawen,

Suryo S.Negoro
Baca Selengkapnya ......
 
Copyright 2009 DADIDUNIA. Powered by Blogger Blogger Templates create by Deluxe Templates. WP by Masterplan